Ancaman Sawit di Kaki Gunung Daik: Budayawan dan Aktivis Lingkungan Lingga Beri Peringatan Keras

LintasToday – Lingga, Kepulauan Riau — Rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit seluas 6.000 hektar di kawasan kaki Gunung Daik, Kabupaten Lingga, menuai peringatan keras dari kalangan budayawan dan aktivis lingkungan.

Hasbi Muhammad, budayawan sekaligus aktivis lingkungan yang dikenal vokal di daerah tersebut, menilai proyek ini berpotensi mengancam hutan adat, kebudayaan masyarakat pesisir, serta keseimbangan ekologi di wilayah yang 96 persen terdiri dari lautan itu.

“Wilayah Kecamatan Lingga jangan sampai masuk sawit. Sebab bisa merusak alam, fauna, dan flora pulau,” tegas Hasbi saat dihubungi, Senin (20/10/2025).

Hasbi menegaskan bahwa kawasan sekitar Gunung Daik merupakan cadangan hutan rimba vital bagi Pulau Lingga.

“Sungai-sungai semuanya mengalir dari arah gunung, melewati hutan. Flora dan faunanya banyak — ada kayu langka, tanaman obat, dan satwa unik. Kepri ini cadangan hutannya luas hanya tinggal di Pulau Lingga dan Natuna,” jelasnya.

Ia dengan tegas menolak pembukaan lahan di wilayah hulu tersebut.“Kalau nak dirusak, rusaklah di sebelah jauh sana,” ujarnya menekankan pentingnya menjaga kawasan inti Gunung Daik.

Risiko Besar di Pulau Kecil
Analisis sejumlah pihak yang sejalan dengan pandangan Hasbi menunjukkan bahwa pengembangan sawit skala besar di Lingga berisiko tinggi secara lingkungan dan sosial. Sebab, daratan Lingga hanya sekitar 4 persen dari total wilayah, yang terdiri dari pulau-pulau kecil dengan ekosistem rentan.

Beberapa dampak utama yang dikhawatirkan antara lain:

Hilangnya hutan adat beserta sumber daya budaya dan tradisi masyarakat pesisir.
Degradasi ekosistem pesisir seperti mangrove dan terumbu karang akibat sedimentasi dan pencemaran dari darat.
Potensi konflik agraria karena ketidakjelasan status lahan.
Manfaat ekonomi minim bagi masyarakat lokal, yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan pembudiday
laut.“Pengembangan sawit di wilayah seperti Lingga, dengan daratan terbatas, dampaknya jauh lebih besar dan lebih merusak dibandingkan di daratan luas seperti Sumatra atau Kalimantan,” tutur Hasbi, mengutip sejumlah hasil penelitian.
Ia pun mengingatkan agar pemerintah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak gegabah dalam memberi izin.

“Bukan berarti tanah itu seenaknya dibuka pihak perusahaan. Saya harap BPN dan pemerintahan setempat perhatikan itu. Bukan zamannya kalian mau jadi mafia tanah,” tegasnya.saptu 26 Oktober 2025

Gunung Daik di Ujung Tanduk
Peringatan dari para tokoh lingkungan dan budaya ini menegaskan bahwa rencana pembukaan perkebunan sawit di Lingga bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi juga bom waktu konflik sosial jika tidak dikelola secara transparan dan melibatkan masyarakat.

Nasib Gunung Daik — simbol alam dan budaya masyarakat pesisir Lingga — kini berada di ujung tanduk antara investasi dan kelestarian. (Red)

Editor: E. Fik

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *